Aku bisa merasakan
istriku cemberut di belakang punggungku. Tangis Sindu mereda dan ia menghapus
air mata dengan tangannya, lalu berkata, “Boleh, Ayah. Akan aku makan curd
rice ini. Tidak hanya beberapa sendok,
semua akan aku habiskan. Tapi, aku akan minta….,” agak ragu-ragu sejenak, ”akan
minta sesuatu sama ayah bila semua nasinya habis. Apakah ayah mau berjanji
memenuhi permintaanku?”
Aku
menjawab, “0h, pasti, Sayang.”
Sindu
bertanya sekali lagi, “Betul?”
“Ya pasti,” jawabku sambil menggenggam
tangan anakku yang lembut sebagai tanda setuju.
Sindu juga
mendesak ibunya untuk berjanji hal yang sama. Istriku menepuk tangan sindu yang
merengek sambil berkata tanpa emosi.
“Janji,” kata
istriku.
Aku sedikit
khawatir, lalu aku berkata, “Sindu jangan minta computer atau barang-barang
lain yang mahal, ya. Karena ayah saat ini tidak punya uang.”
“Jangan khawatir,
Sindu tidak minta barang-barang mahal, kok,” ujarnya.
Kemudian, dengan
perlahan-lahan, dan kelihatan sangat menderita, Sindu menghabiskan semua nasi
asam itu. Dalam hatiku, aku marah sama istriku dan ibuku yang memaksa sindu
untuk makan sesuatu yang tidak disukainya.
Setelah Sindu
melewati penderitaannya, dia mendekatiku dengan mata penuh harapan, dan semua
perhatian (aku, istriku, dan juga ibuku) tertuju kepadanya. Ternyata, Sindu mau
kepalanya digundulin/dibotakkin pada hari Minggu.
Istriku spontan
berkata, “permintaan gila. Anak perempuan dibotakin? Tidak mungkin!”
Ibuku juga
menggerutu, “Jangan terjadi dalam keluarga kita. Dia terlalu banyak menonton
TV, dan program-program TV itu sudah merusak kebudayaan kita.”
Aku mencoba
membujuk, “Sindu, kenapa kamu tidak minta hal yang lain? Kami semua akan sedih
melihatmu botak.”
Tapi, Sindu tetap
dengan pilihannya. “tidak ada, Yah. Tak ada keinginan lain,” kata sindu.
Aku mencoba memohon
kepada Sindu, “Tolonglah, kenapa kamu tidak mencoba untuk mengerti perasaan
kami.”
Dengan menangis,
Sindu berkata, “ayah sudah melihat bagaimana menderitanya saya menghabiskan
nasi susu asam itu, dan ayah sudah berjanji untuk memenuhi permintaan saya. Kenapa
ayah sekarang mau menjilat ludah sendiri? Bukannya ayah sudah mengajarkan
pelajaran moral bahwa kita harus memenuhi janji kita terhadap seseorang, apa pun
yang terjadi, seperti Raja Harishchandra (raja India zaman dahulu kala), untuk
memenuhi janjinya, ia rela memberikan tahta, harta/kekuasaannya, bahkan nyawa
anaknya sendiri?”
Sekarang, aku
memutuskan untuk memenuhi permintaan anakku: janji kita harus ditepati. Secara serentak,
istri Dan ibuku berkata, “Apakah kau sudah gila?”
“Tidak,” jawabku, “kalau
kita minjilat ludah kita sendiri, dia tidak akan pernah belajar bagaimana
menghargai dirinya sendiri. Sindu, permintaanmu akan kami penuhi”
Dengan kepala
botak, wajah Sindu tampak bundar dengan matanya yang besar dan bagus. Pada hari
Senin, aku mengantarkannya kesekolah. Sekilas, aku melihat Sindu botak berjalan
kekelasnya dan melambaikan tangan kepadaku. Sambil tersenyum, aku membalas
lambaian tangannya.
Tiba-tiba, seorang
anak laki-laki keluar dari mobilnya sambil berteriak, “Sindu, tolong tunggu
saya.”
Yang mengejutkan
adalah ternyata kepala anak laki-laki itu pun botak. Aku berfikir mungkin “botak”
adalah model rambut jaman sekarang.
Tanpa memperkenalkan
dirinya, seorang wanita yang baru saja keluar dari sebuah mobil berkata “Anak
Anda, Sindu, bener-bener hebat. Anak laki-laki yang jalan bersama-sama dia
sekarang adalah anak saya, Harish namanya. Dia menderita kanker leukemia.”
Wanita itu berhenti
sejenak, menangis tersedu-sedu, lalu ia berkata, “Bulan lalu Harish tidak masuk
sekolah. Karena pengobatan chemo therapy, kepalanya menjadi botak. Jadi, dia
tidak mau pergi kesekolah sebab takut diejek oleh teman-teman sekelasnya. Nah Minggu
lalu, Sindu datang kerumah dan berjanji kepada anak saya untuk mengatasi ejekan
yang mungkin terjadi. Hanya saja, saya betul-betul tidak menyangka kalau sindu
mau mengorbankan rambutnya yang indah untuk anakku, harish. Anda dan istri anda
sungguh diberkahi tuhan dengan mempunyai anak perempuan yang berhati mulia.”
Aku berlari
terpaku sambil menangis.
“Malaikat kecilku,
tolong ajarkan aku tentang kasih,” gumanku dalam hati.
-Sebaiknya, kita tidak terburu-buru dalam menilai sesuatu sebelum kita tahu masalah yang sesungguhnya. Dan, jangan ragu untuk berkorban bagi orang lain, selama itu dilakukan demi kebaikan.-
![]() |
Add caption |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar